Senin, 20 Desember 2010

Bencana Intelijen Pembawa Hikmah

AFP

Oleh Simon Saragih

"Tidak ada kejutan. Isi kawat-kawat diplomatik itu hanya mengukuhkan opini yang sudah kita tahu sejak lama," demikian kata pengamat politik Bara Hasibuan soal bocornya sekitar 250.000 kabel para diplomat Amerika Serikat lewat WikiLeaks. Opini yang dimaksud adalah AS memang seperti itu, bergaya ala "Rambo", juga menekan, mengancam, atau mengintimidasi pihak-pihak yang tak mudah tunduk.

Meski demikian, bocoran dokumen itu tetaplah sebuah bencana terbesar sepanjang abad yang mungkin tidak akan pernah terulang lagi. Sampai-sampai mantan Kepala Badan Intelijen Negara AM Hendropriyono sendiri pun heran, bagaimana AS, sang adidaya teknologi, bisa kebobolan.

Mengapa bocor? Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin berbicara berdasarkan kajian para intelijen. "Ada pihak-pihak dari politisi yang sengaja melakukan itu demi kepentingan politiknya," kata Putin soal bencana intelijen tersebut.

Ada juga pihak di AS, Glenn Beck, seorang komentator politik AS, yang berani menyebutkan George Soros, si pemilik lembaga Open Society Institue pendamba keterbukaan, di balik sepak terjang WikiLeaks.

Di media-media AS, seorang mantan tentara AS yang pernah bertugas di Irak, analis intelijen Angkatan Darat AS, Bradley Manning, dituduh sebagai pembocor dokumen itu. Juga ada pernyataan bahwa hal tersebut juga didukung para kampiun teknologi informasi yang bisa meretas situs-situs rahasia AS, yang dianggap rawan, karena ditangani terlalu banyak orang dan lembaga.

Presiden AS George W Bush pun langsung chatting di Facebook soal bocoran itu. Sarah Palin, capres AS dari Republik yang dikalahkan Obama pada pemilu 2008 lalu, pun mengambil kesempatan. "Pemerintah kita tidak bisa diandalkan untuk melindungi dokumen-dokumen rahasia," katanya.

Banyak Hikmah

Apa pun di balik semua itu, sebenarnya dunia sangat beruntung dengan durian runtuh dari bocoran kawat-kawat itu. Bencana bagi AS, tetapi bak durian runtuh bagi dunia, termasuk Indonesia. Secara tak sadar, kita mendapatkan janji penuh dari Presiden Barack Obama, yang berjanji melakukan perubahan, dengan menangani "the corrupt White House", sebuah janji kampanyenya menjelang pemilu.

Obama memang mengecam keras WikiLeaks, tetapi esensi dari kampanyenya telah terpenuhi, membongkar cara-cara pemerintahan AS yang tidak dialogis, menekan, korup, dan bersekutu dengan Wall Sreet.

Dengan bocoran WikiLeaks, kita seperti disuguhi tontonan, misalnya bagaimana AS dan Uni Eropa (UE) memaksa 115 negara berkembang meneken kesepakatan untuk mengurangi emisi, sementara AS dan UE mencampakkan Protokol Kyoto, yang mewajibkan negara-negara maju mengurangi emisi. Padahal, di sisi lain, 70 persen lebih dari total emisi global diciptakan di negara-negara maju.

Di salah satu kabel itu AS juga menekan Belanda agar menggunakan bantuan pemerintah untuk memaksa negara-negara penerima bantuannya meneken kesepakatan Kopenhagen soal lingkungan hidup pada Desember 2009 lalu. Belanda, yang menyatakan secara tradisional tidak mau mengaitkan bantuan dengan unsur politik, dengan tekanan AS terpaksa melakukannya.

Juga terdapat upaya keras BHP Billiton melobi pemerintahan Australia agar Chinalco (perusahaan China) tidak jadi membeli Rio Tinto, dengan alasan China akan bisa menguasai sektor pertambangan Australia.

Kita juga melihat bagaimana kelompok itu menekan negara-negara yang dicap pembangkang, seperti Kuba, Venezuela, Ekuador, Bolivia, dan Iran yang menggusur kontraktor asing di bidang perminyakan, demi memobilisasi kekayaan negara untuk kepentingan rakyat sendiri.

Ada pula Pfizer, raksasa farmasi AS, yang menekan Jaksa Agung Nigeria Michael Aondoakaa hanya karena sang Jaksa ingin menyelidiki kematian 11 anak yang mengonsumsi vaksin baru buatan Pfizer, yang terdaftar di Wall Street.

WikiLeaks juga memuat dokumen yang memperlihatkan Shell lebih kuat daripada pemerintahan Nigeria. Di semua departemen kunci di Nigeria, Shell memiliki orang-orangnya sehingga perusahaan minyak Inggris/Belanda ini tahu arah kebijakan Pemerintah Nigeria.

Masih di Nigeria, seorang perusahaan Inggris berkolaborasi dengan duta besar AS, menekan Pemerintah Nigeria yang dituduh menerima suap dari ENI, perusahaan minyak Italia. Proyek minyak itu akhirnya ditinggalkan Italia untuk dilanjutkan perusahaan minyak Inggris.

Negara-negara kaya minyak di Asia Tengah merupakan wilayah miskin. Namun, di negara-negara ini terdapat keluarga para pemimpin yang kaya raya. Di Kazakhstan, kita mendapatkan informasi soal suap yang dilakukan Baker Hughes, perusahaan minyak AS, yang memenangi tender setelah menyuap pejabat perminyakan negara itu.

Jadilah negara-negara tersebut membentuk kawasan di mana rakyat melihat minyak sebagai kutukan, bukan sebagai rezeki.

Sikap Waspada

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, kasus WikiLeaks menjadi pelajaran penting. Pelajarannya adalah agar dokumen rahasia dijaga ketat dan perilaku para diplomat yang menekan dan memeras jangan sampai terjadi.

Sebenarnya ada pelajaran yang jauh lebih penting bagi Indonesia. Dengan keberadaan raksasa pertambangan AS yang menguasai 80 persen bisnis tambang di Indonesia, sebagaimana diutarakan oleh pengamat perminyakan Dr Kurtubi, kita harus kuat menahan diri dari godaan atau suap agar elite kita tidak menjadi santapan mudah bagi para predator asing ini.

Jika bisa bertanya, apakah kita sudah disusupi mereka itu sebagaimana mereka telah menyusupi pemerintahan di banyak negara lain?

Pendiri WikiLeaks, Julian Assange, memiliki moto, yakni membersihkan dunia dari pemerintahan korup. Dengan WikiLeaks itu, kita melihat AS telah melanggar aturan mereka sendiri, yakni Foreign Corrupt Practices Act (FCPA). Ini adalah aturan yang melarang korporasi AS menyuap di negara-negara asing, lokasi mereka berbisnis.

Selain menyadari bahwa Indonesia adalah negara korup, sesuai dengan peringkat Transparency International yang memperlihatkan itu, kita harus waspada dengan asing yang mungkin siap menyuap demi kepentingan bisnis mereka. Waspadalah, di Nigeria, Pfizer telah mengincar celah negatif Jaksa Agung untuk digunakan sebagai alat untuk melawan jika jaksa agung itu menggugat Pfizer.

Assange mencampakkan jauh-jauh kerahasiaan sebuah dokumen, yang berisikan kemunafikan global yang membelenggu dunia.

Jika bagi AS WikiLeaks adalah bencana, bagi dunia WikiLeaks adalah berkah. Assange sesungguhnya adalah pahlawan nurani abad ini.

Sumber:

http://internasional.kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar